Kamis, 27 Maret 2008

REALITAS ADALAH CIPTAAN

Ketika pengetahuan kita menangkap objek dari realitas, maka seketika itu pula pahaman akan menghadirkan gambaran dari objek tersebut. Akan tetapi sifat dari gambaran objek yang ada di pahaman memiliki sifat yang berbeda dengan objek yang berada di luar. Hal ini dikarenakan proses terpahaminya pengetahuan tentang objek melalui tahap abstraksi yang dilakukan oleh pahaman. Tahap ini adalah tahap dimana pahaman melepaskan sifat- sifat material dari objek dan mengubahnya menjadi gagasan- gagasan tentang sifat- sifat tersebut. Gagasan ini merupakan pengetahuan tentang objek diluar pahaman. Dan gagasan ini tidak memiliki sifat seperti objek yang berada di luar pahaman. Sebagai contoh, ketika pahaman mengetahui tentang api, maka pahaman pun dapat menghadirkan gambaran tentang api beserta gagasan tentang ciri- ciri yang dimiliki oleh api berdasarkan atas sifat api diluar pahaman. Kalau diluar pahaman api bisa membakar, maka didalam pahaman sifat membakar yang dimiliki oleh api hanya sebatas gagasan yang menggambarkan sifat tersebut. Dan api di dalam pahaman tidak betul- betul membakar seperti api yang berada di luar pahaman. Inilah yang dimaksudkan dengan proses abstraksi. Yaitu proses pengubahan sifat- sifat objek diluar pahaman menjadi gagasan tentang sifat- sifat tersebut didalam pahaman.

Proses abstraksi pengetahuan yang terjadi di dalam pahaman kemudian memungkinkan manusia untuk mengetahui objek yang lebih luas dari kajian empiris. Kaum empiris mempercayai bahwa manusia hanya dapat mengetahui pengetahuan yang bersifat inderawi. Dalam hal ini kaum empiris tidak mengakui kemampuan manusia untuk mengetahui objek pengetahuan yang bersifat metafisis. Pesismisme ini kemudian lahir karena kaum empiris tidak mengetahui dimana harus memposisikan akal. Sehingga ketika semua bentuk pengetahuan dikembalikan kepada ranah- ranah inderawi tertutuplah kemungkinan untuk mengetahui berbagai macam objek non materi. Karena indera hanya mampu memahami objek- objek material tanpa bisa menangkap gagasan- gagasan nonmaterial.

Proses abstraksi dalam pahaman ini kemudian terus berlangsung sampai tepahaminya sebuah gagasan universal yang merupakan unsur pembentuk utama realitas. Maksudnya, akal dapat menguraikan setiap pengetahuan tentang objek sampai menemukan gagasan universal yang berlaku pada setiap objek di realitas. Gagasan universal ini kemudian merupakan hal yang harus ada pada setiap realitas, apakah dia materi maupun nonmateri.

Muncul kemudian pertanyaan. Apakah gagasan universal ini hanya ada dalam pahaman dan tidak ada diluar pahaman? Ataukah dia ada di dalam dan di luar pahaman?

Sebagaimana kita ketahui bahwa pengetahuan yang diabstraksikan di dalam pahaman berasal dari objek di luar pahaman. Oleh karena itu, secara sederhana kita dapat mengatakan bahwa gagasan universal yang diperoleh dari hasil abstraksi di dalam pahaman haruslah ada diluar pahaman. Hal ini dikarenakan gambaran yang terabstraksikan merupakan gambaran objek di luar pahaman. Dan abstraksi sebagaimana yang telah dijelaskan hanyalah proses menguraikan segala macam pengetahuan tentang objek. Jadi hasil abstraksi tidak lebih dari proses penemuan unsur yang tersembunyi dibalik realitas yang tidak bisa diuraikan secara empiris.

Unsur pembentuk utama realitas ini adalah eksistensi dan esensi. Bahwa setiap realitas tersusun atas eksistensi dan esensi. Eksistensi adalah keber-Ada-an, sedangkan esensi adalah ke-Apa-an nya. Dalam hal ini apapun bentuk realitas itu, apakah dia materi atupun non materi pastilah tersusun atas ada dan apa. Yang berarti realitas itu memiliki unsur Ada dan Apa. Eksistensi sebagai keberadaan realitas dan esensi sebagai keapaannya haruslah dimiliki oleh realitas diluar pahaman. Karena kalau realitas luar pahaman tidak memiliki salah satunya maka kita tidak akan mungkin menyatakan bahwa realitas luar itu ada ataupun apa. Maka eksistensi dan esensi merupakan unsur utama yang ada pada realitas baik dia diluar pahaman maupun ketika telah ada dalam pahaman.

Jika kita meneliti lebih dalam lagi kita akan menemukan bahwa sesungguhnya setiap realitas itu pastilah tersusun atas dua hal ini. Kenapa demikian? Karena pada dasarnya inilah hukum penciptaan TUHAN. Dan ketersusunan realitas menunjukkan bahwa realitas itu tidak dapat hadir dengan sendirinya. Karena setiap yang tersusun butuh kepada penyusun. Dan apabila realitas itu tersusun maka pada dasarnya realitas itu butuh kepada penyusun. Maka setiap yang tersusun merupakan akibat dari yang menyusunnya.

Kita dapat membuktikan hal ini jika kita memperhatikan segala realitas yang ada apapun bentuknya. Misalnya, ketika kita melihat sebuah botol kaca. Kita akan dapat mengetahui bahwa botol itu tersusun atas material kaca, bentuk (misalnya slinder), warna, memiliki kegunaan, dan meiliki keber-ada-an. Yang apabila salah satunya tidak ada maka botol tidak akan pernah tercipta sebagai botol. Misalnya botol tersebut tidak memiliki material maka mustahil bentuk itu bisa teraktual, karena bentuk pun merupakan sesuatu yang tidak bisa mengaktual tanpa adanya materi. Dalam hal ini bentuk tidak bisa teraktual dalam bentuk murni, dia butuh kepada materi agar dapat teraktual. Gabungan antara materi dan bentuk inilah yang disebut sebagai benda. Begitupun dengan materi, dia tidak dapat teraktual secara murni dan berdiri sendiri, dia pun butuh kepada bentuk agar dapat teraktualkan dalam wujud benda. Jadi botolpun tidak dapat hadir di realitas sebagai botol apabila dia tidak memiliki bentuk botol. Begitu juga dengan fungsi dan warna. Botol tidak akan pernah hadir di realitas apabila fungsi sebagai tempat penyimpanan air tidak pernah ada dan dia tidak memiliki warna apapun. Dan apabila botol tidak memiliki keber-ada-an maka segala sesuatunya tidak akan pernah ada. Baik itu unsur pembentuk botol dan botol itu sendiri. Karena unsur pembentuk botol pun merupakan sebuah hakekat lain yang bergantung pada keberadaan dan memiliki keapaan. Dan botol merupakan akibat dari bersatunya setiasp unsur- unsur yang menyusunnya.